Indojabar.com, Purwakarta – Pihak perusahaan penyedia jaringan internet MyRepublic memilih bungkam saat dikonfirmasi oleh awak media terkait legalitas perizinan serta kompensasi kepada warga atas pemasangan tiang provider internet di wilayah Kecamatan Cibatu, Kabupaten Purwakarta.
Hingga berita ini diterbitkan, tidak ada sepatah kata pun jawaban yang disampaikan pihak perusahaan, meski upaya konfirmasi telah dilakukan melalui berbagai saluran komunikasi. Sikap diam ini menimbulkan tanda tanya besar mengenai kejelasan proses perizinan dan tanggung jawab sosial perusahaan di lapangan.
Tiang Internet Berdiri di Batas Tanah Warga, Tanpa Kompensasi Maupun Sosialisasi
Berdasarkan pantauan awak media di lokasi, sejumlah tiang jaringan internet milik MyRepublic tampak berdiri area ruas jalan kabupaten di Desa Cipinang, Desa Ciparung sari dan akan di perluas ke desa Cikadu dan cipancur serta banyak berdiri di batas lahan milik warga. Namun, hingga kini tidak ada kompensasi, sosialisasi, atau pemberitahuan resmi yang diterima oleh masyarakat setempat.
Beberapa warga mengaku terkejut saat mengetahui adanya pemasangan tiang di dekat lahan mereka tanpa adanya pemberitahuan sebelumnya. Kondisi ini menimbulkan keresahan dan pertanyaan soal prosedur perizinan yang dijalankan oleh pihak perusahaan.
Secara hukum, apabila pemasangan dilakukan tanpa izin pemilik lahan, warga berhak menuntut ganti rugi. Berdasarkan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Telekomunikasi, penyelenggara jaringan wajib memberikan ganti rugi atas kerugian yang ditimbulkan, kecuali dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut bukan akibat kesalahan atau kelalaiannya.
Jika pun pemasangan dilakukan dengan izin, seharusnya ada kesepakatan kompensasi yang diatur berdasarkan peraturan daerah atau hasil musyawarah bersama antara pihak perusahaan dan masyarakat terdampak.
Pemerintah Desa dan Kecamatan Beri Keterangan Berbeda
Saat dikonfirmasi, Kepala Desa Cipinang, Wawan Juanda, menjelaskan bahwa pihak desa hanya menerima permohonan izin lingkungan (permit) dari perusahaan. Menurutnya, urusan perizinan teknis dan legalitas sepenuhnya berada di kewenangan instansi tingkat kabupaten.
“Kalau ke desa mah hanya permit. Untuk perizinan dan hal-hal lainnya di luar kewenangan kami,” ujar Wawan Juanda beberapa waktu lalu.
Berbeda dengan penjelasan tersebut, Camat Cibatu, Bayu Permadi, mengaku pihaknya belum pernah menerima laporan maupun pemberitahuan dari MyRepublic terkait kegiatan pemasangan tiang jaringan internet di wilayahnya.
“Kami tidak pernah menerima laporan dari pihak perusahaan. Dalam waktu dekat kami akan memanggil manajemennya untuk menanyakan proses perizinannya,” tegas Bayu.
Bayu menambahkan, pihak kecamatan akan segera berkoordinasi dengan dinas terkait dan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) untuk melakukan penindakan jika terbukti kegiatan tersebut tidak memiliki izin resmi.
“Kalau memang tidak berizin, tentu harus ditindak sesuai ketentuan. Satpol PP sebagai penegak Perda berhak menertibkannya. Kami juga akan menugaskan anggota Satpol yang ada di kecamatan untuk memanggil pihak manajemen agar segera memproses perizinannya,” pungkasnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Purwakarta, Deni Donat, saat dikonfirmasi mengatakan bahwa untuk wilayah Kecamatan Cibatu, belum ada rekomendasi penggunaan daerah milik jalan (DMJ) yang diajukan oleh pihak MyRepublic.
“Untuk daerah Cibatu, rekomendasi yang kami keluarkan hanya untuk ruas jalan Cilandak – Cibukamanah. Belum ada lagi yang mengajukan permohonan untuk wilayah lainnya,” jelas Deni.
Deni menegaskan, karena belum adanya rekomendasi resmi, maka perusahaan belum memiliki izin penggunaan tanah daerah milik jalan kabupaten serta belum melakukan pembayaran retribusi ke kas daerah.
“Artinya, mereka belum memiliki izin resmi untuk menggunakan area tersebut, “tambahnya.
Diduga Langgar Prosedur dan Peraturan Daerah
Dengan belum adanya rekomendasi dan izin resmi dari instansi terkait, pemasangan tiang internet milik MyRepublic di wilayah Kecamatan Cibatu diduga kuat melanggar prosedur perizinan dan peraturan daerah yang berlaku.
Potensi Pelanggaran Hukum
Pemasangan tiang jaringan internet tanpa izin dapat berpotensi melanggar sejumlah peraturan perundang-undangan, di antaranya:
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi,
Pasal 11 ayat (1) mewajibkan setiap penyelenggara telekomunikasi memperoleh izin dari pemerintah.
Pelanggaran terhadap ketentuan ini dapat dikenai sanksi administratif hingga pencabutan izin usaha (Pasal 47).
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan,
Pasal 51 ayat (3) mengatur bahwa penggunaan jaringan listrik untuk kepentingan lain harus mendapat izin dari pihak berwenang, termasuk PLN.
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang,
Pemasangan tiang di ruang publik tanpa izin dapat dianggap pelanggaran tata ruang dan dikenai sanksi administratif maupun pidana.
Peraturan Daerah (Perda) Setempat,
Setiap daerah memiliki ketentuan mengenai pemasangan tiang atau jaringan kabel yang wajib ditaati. Pelanggaran dapat berujung pada sanksi denda atau pembongkaran paksa.
KUHP Pasal 406 tentang Perusakan,
Jika pemasangan dilakukan tanpa izin di lahan pribadi atau merusak fasilitas umum, pelaku dapat diancam pidana hingga 2 tahun 8 bulan penjara.
Warga Minta Transparansi dan Tanggung Jawab
Sejumlah warga masyarakat berharap pihak MyRepublic segera memberikan klarifikasi dan tanggung jawab sosial kepada masyarakat terdampak. Mereka juga meminta pemerintah daerah turun tangan agar persoalan ini tidak menimbulkan konflik di kemudian hari.
“Kami tidak menolak pembangunan, digitalisasi ataupun investasi. Tapi setidaknya ada pemberitahuan dan ganti rugi yang layak kalau lahan kami dipakai,” ujar salah satu warga yang enggan disebutkan namanya.
Hingga kini, pihak MyRepublic belum memberikan tanggapan resmi terhadap berbagai temuan di lapangan dan klarifikasi dari pemerintah setempat. ***
