Indeks
Berita  

Proyek Tiang Internet MyRepublika Disorot, Komunitas Madani Purwakarta Tuntut Penjelasan Soal Legalitas dan Keamanan

Foto : Tiang Jaringan Internet Myrepublika di Jalan Kabupaten dan Jalan lingkungan Desa Cipinang, Kecamatan Cibatu, Purwakarta (dok_indojabar)

Indojabar.com, Purwakarta – Pemasangan tiang provider jaringan internet milik PT MyRepublika Internet Nusantara di wilayah Desa Cipinang, Kecamatan Cibatu, Kabupaten Purwakarta, menuai sorotan dari berbagai pihak.

Salah satunya datang dari Komunitas Madani Purwakarta (KMP) yang berencana mengajukan Permohonan Informasi Publik (PIP) kepada pihak perusahaan.

Langkah tersebut diambil menyusul temuan lapangan dan laporan warga mengenai aktivitas pemasangan tiang internet yang diduga belum mengantongi izin resmi dari pemerintah daerah.

Ketua KMP, Ir. Zaenal Abidin, mengatakan bahwa tindakan ini merupakan bagian dari upaya masyarakat sipil untuk menegakkan prinsip keterbukaan dan akuntabilitas publik sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

“Kami tidak ingin ruang publik dijajah tanpa izin. Langkah ini bukan sekadar formalitas, tapi bentuk tanggung jawab sosial untuk memastikan tata ruang publik dikelola sesuai hukum. Ruang publik milik rakyat, bukan korporasi,” tegas Zaenal, Senin (3/11).

Dugaan Pelanggaran Tata Ruang dan Minim Sosialisasi

Hasil pemantauan KMP di lapangan menunjukkan sejumlah tiang provider berdiri di area jalan kabupaten dan lingkungan permukiman warga. Sejumlah warga juga mengaku tidak pernah mendapatkan pemberitahuan atau sosialisasi sebelum pemasangan dilakukan.

“Sekitar 80 persen tiang itu berdiri di batas tanah warga, tapi kami tidak pernah diberi penjelasan soal izin atau ganti rugi. Tahu-tahu sudah dipasang begitu saja,” ujar salah satu warga Desa Cipinang.

Selain soal izin, warga juga mengeluhkan standar keamanan pemasangan yang dinilai jauh dari layak. Beberapa tiang disebut dipasang tanpa proses pengecoran atau pemadatan tanah yang memadai, sehingga berpotensi membahayakan keselamatan warga.

“Pemasangannya terkesan asal-asalan. Tidak ada pengecoran, hanya ditancapkan begitu saja. Kami khawatir kalau nanti tiangnya roboh bisa menimpa rumah atau orang yang lewat,” tambah warga tersebut.

Kekhawatiran masyarakat meningkat karena sejumlah tiang berdiri di dekat permukiman padat dan jalan umum yang ramai dilalui warga. Mereka mendesak pihak perusahaan segera memberikan klarifikasi resmi terkait legalitas izin, mekanisme kompensasi, serta jaminan keamanan dari instalasi tiang tersebut.

Menurut KMP, jika benar pemasangan dilakukan tanpa izin pemanfaatan ruang, hal tersebut berpotensi melanggar Pasal 14 dan Pasal 61 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, serta Pasal 12 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi.

“Kami mendukung digitalisasi, tapi bukan digitalisasi yang membabi buta dan mengabaikan hukum. Izin itu bukan penghambat, melainkan pagar moral pembangunan,” lanjut Zaenal.

KMP Minta MyRepublika Buka Dokumen Legalitas

Dalam surat resmi yang akan segera dilayangkan, KMP meminta PT MyRepublika Internet Nusantara membuka seluruh dokumen legalitas proyek, meliputi:

  1. Izin penyelenggaraan jaringan dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).
  2. Izin pemanfaatan ruang dari Pemerintah Kabupaten Purwakarta.
  3. Rekomendasi teknis pemasangan dari Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) atau instansi terkait.

KMP memberikan waktu sesuai ketentuan keterbukaan informasi publik untuk memberikan tanggapan. Jika tidak ada respons hingga batas waktu yang ditentukan, KMP menyatakan akan melanjutkan langkah hukum ke Komisi Informasi Provinsi Jawa Barat, serta mempertimbangkan pelaporan ke Unit Tipidter Polres Purwakarta.

“Kami akan kejar transparansi ini sampai tuntas. Jika izin memang ada, tunjukkan. Jika tidak, maka publik berhak tahu,” tegas Zaenal.

Tolak Arrogansi Korporasi, Dukung Transparansi

KMP menilai fenomena pemasangan infrastruktur tanpa izin bukan kasus tunggal. Di beberapa wilayah Purwakarta, praktik serupa diduga juga terjadi dengan dalih percepatan akses internet.

“Percepatan digitalisasi tidak boleh dijadikan pembenaran untuk melanggar tata ruang atau mengabaikan hak warga. Setiap pembangunan harus taat aturan,” ujar Zaenal.

KMP mendesak agar:

  1. Dinas Kominfo dan Dinas PUTR Purwakarta segera melakukan klarifikasi dan pendataan ulang terhadap seluruh tiang provider di wilayahnya.
  2. DPRD Purwakarta membentuk Panitia Khusus (Pansus Infrastruktur Telekomunikasi) untuk menelusuri proses perizinan provider.
  3. Pemkab Purwakarta segera menyusun Peraturan Daerah (Perda) tentang Penataan dan Pengendalian Infrastruktur Telekomunikasi guna mencegah praktik pemasangan liar di ruang publik.

Sebagai bentuk advokasi masyarakat sipil, KMP juga membuka posko pengaduan bagi warga Desa Cipinang dan sekitarnya yang merasa dirugikan atau keberatan atas pemasangan tiang provider tanpa izin.

“KMP bukan musuh investasi, tapi penjaga akal sehat publik. Kami ingin investasi yang patuh hukum, berpihak pada rakyat, dan menghormati ruang publik,” pungkas Zaenal.

KMP juga menyatakan terbuka terhadap klarifikasi dari pihak PT MyRepublika Internet Nusantara maupun instansi pemerintah terkait apabila terdapat data atau informasi yang perlu diluruskan.

Hingga berita ini diturunkan, pihak MyRepublika belum memberikan keterangan resmi atau tanggapan atas konfirmasi yang dikirimkan awak media melalui jaringan WhatsApp.

Exit mobile version