Indeks
Berita  

Jawaban Tak Substantif, KMP Desak Pemkab dan DPRD Buka Dokumen Penundaan DBHP 2016–2018

Indojabar.com, Purwakarta – Komunitas Madani Purwakarta (KMP) menilai jawaban resmi Pemerintah Kabupaten Purwakarta melalui PPID dan DPRD Purwakarta terkait permintaan informasi publik kasus penundaan Dana Bagi Hasil Pajak (DBHP) 2016–2018 tidak substantif dan terkesan menghindar dari pokok persoalan.

KMP pun melayangkan surat kedua pada Juli 2025, menegaskan bahwa permintaan informasi sebelumnya belum dijawab secara memadai.


“Jawaban yang diberikan belum menyentuh inti pertanyaan kami, tidak ada dokumen atau dasar hukum yang membenarkan penundaan/pengalihan DBHP selama tiga tahun tersebut,” tegas Ir. Zaenal Abidin, MP, Ketua KMP.

Menurut KMP, berdasarkan UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, PP No. 12 Tahun 2019, dan Permendagri No. 77 Tahun 2020, penundaan DBHP hanya sah jika seluruh prosedur hukum dijalankan.

Alur Penundaan DBHP yang Sah Secara Hukum (Berdasarkan UU 6/2014, UU 23/2014, PP 12/2019, Permendagri 77/2020)

1️⃣ Tahap Awal – Usulan Penundaan

Eksekutif (Pemkab) mengusulkan penundaan DBHP dengan alasan hukum dan dokumen pendukung.

2️⃣ Syarat Utama (force majeure)

Krisis fiskal nasional/daerah

Bencana alam besar

Pandemi

Perang

Keadaan darurat nasional

3️⃣ Persetujuan DPRD
DPRD menyetujui perubahan APBD/DPA Perubahan yang memuat revisi alokasi DBHP.

4️⃣ Keputusan Bersama
Eksekutif + legislatif mengambil keputusan bersama.

5️⃣ Izin Pemerintah Pusat
Surat izin dari:

Kementerian Dalam Negeri

Kementerian Keuangan

6️⃣ Dokumen Resmi yang Harus Ada

Perbup atau Perda perubahan alokasi DBHP.

Surat izin Kemendagri & Kemenkeu.

Laporan realisasi transfer ke desa.

Catatan Penting : Jika salah satu tahap tidak dilakukan, penundaan DBHP tidak sah secara hukum dan berpotensi melanggar aturan keuangan daerah/desa.

Potensi Pelanggaran Hukum

KMP mengingatkan bahwa jika penundaan/pengalihan DBHP dilakukan tanpa dasar hukum yang sah, hal ini dapat berimplikasi pada:

Pasal 421 KUHP:
“Seorang pejabat yang menyalahgunakan kekuasaan memaksa seseorang untuk melakukan, tidak melakukan, atau membiarkan sesuatu, diancam dengan pidana penjara paling lama 2 tahun 8 bulan.”

UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) :

Pasal 2 ayat (1) “Setiap orang yang secara melawan hukum memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara”

Pasal 3 “Penyalahgunaan kewenangan yang merugikan keuangan negara, walaupun tanpa niat memperkaya pribadi”

Pasal 15 “Setiap orang yang melakukan percobaan, pembantuan, atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi, dipidana dengan pidana yang sama dengan tindak pidana korupsi.”

KMP menegaskan, tanpa bukti bahwa Pemkab dan DPRD menjalankan seluruh tahapan hukum tersebut, publik berhak menduga telah terjadi pelanggaran prosedur dan penyalahgunaan kewenangan.
“Kami akan terus menagih transparansi. Kalau jawaban tetap tidak substantif, kami siap membawa persoalan ini ke ranah hukum dan menggalang dukungan publik yang lebih luas,” tegas Zaenal.

KMP juga meminta DPRD untuk tidak bersembunyi di balik jawaban normatif dan segera membuka dokumen persetujuan atau penolakan mereka atas penundaan DBHP.
“Ini menyangkut hak keuangan desa selama tiga tahun. Jangan sampai DPRD dan Pemkab kompak diam,” pungkasnya. (*)

Exit mobile version