Subang, Jawa Barat – Sebuah legenda yang dulu hanya dianggap mitos, kini kembali menggetarkan langit dan bumi tentang kebangkitan seorang panglima perang Islam dari Tanah Sunda.
Angin membawa pesan yang tak terlihat, bisikan lama dari tanah yang menyimpan rahasia besar.
Suasana berubah. Udara terasa berat, langit seolah menunduk memberi pertanda. Menurut Ketua Umum Padepokan Pencak Silat 11 Elang Putih dari Selatan, Asep Rusmana, S.Pd., semua tanda sudah nyata. “Langit memberi isyarat, bumi merespons dalam sunyi,” ujarnya dengan mata menatap jauh ke arah barat. Selasa (10/6)
Dalam wawancara eksklusif, Asep menyampaikan bahwa panggilan ini bukan untuk semua orang. “Jika kalian sungguh siap menyambut kedatangannya, datanglah ke Cipeundeuy, Subang. Tapi jangan datang membawa ambisi. Datanglah hanya dengan niat yang suci dan hati yang bersih,” tegasnya.
Figur sang panglima bukan pemimpin biasa. Ia bukan pemburu kekuasaan, bukan tokoh politik, apalagi pencari pengaruh. Ia adalah simbol ruh perjuangan Islam yang murni. Ia lahir dari derita rakyat, tumbuh dalam keheningan doa, dan berjalan di atas jalan kebenaran.
“Panglima itu bukan manusia biasa. Ia adalah jawaban dari penderitaan umat, pemimpin yang tak bisa dibeli, tak bisa ditekan, dan tak akan tunduk pada tirani,” lanjut Asep. “Ia bukan pencari tahta, tapi pembawa cahaya.”
Cipeundeuy, Subang yang dulu tak lebih dari titik sunyi di peta, kini mulai hidup kembali. Bukan oleh pembangunan, tapi oleh mereka yang datang dengan hati bertanya dan jiwa mencari. Tapi tempat ini bukan untuk yang sekadar penasaran. Hanya yang terpilih, yang bersih niatnya, yang akan diterima oleh tanah ini.
Sudah banyak yang mencoba. Tidak sedikit yang kembali dengan tangan hampa dan jiwa yang lebih kosong. Sebab mereka datang dengan harapan duniawi, bukan dengan penyerahan diri. Mereka mencari kekuatan, tapi tak membawa kerendahan hati.
Kini, gema kebangkitan itu telah terdengar. Bukan dari panggung politik atau layar televisi, tapi dari kedalaman tanah Sunda, dari jantung rakyat yang sabar menunggu.
Jika kau merasa hatimu terpanggil, datanglah. Tapi jangan bawa apa-apa, kecuali keyakinan.
“Datanglah dengan hati bersih. Jangan membawa kepentingan apapun. Bukan politik, bukan ambisi pribadi, bukan untuk mencari keuntungan duniawi. Tapi datanglah dengan niat suci, dengan tekad baja, dan keinginan tulus untuk menjadi bagian dari kebangkitan yang besar ini.” Pungkasnya.***