Berita  

Dugaan Perbudakan Berkedok Investasi, Buruh Purwakarta Disiksa Tanpa Perlindungan Hukum

banner 120x600

Indojabar.com, Purwakarta — Kang ZA, Ketua Komunitas Madani Purwakarta menilai kondisi buruh di Kabupaten Purwakarta sudah masuk kategori perbudakan modern. Fakta di lapangan menunjukkan banyak industri manufaktur hanya memberikan upah harian Rp60.000–Rp130.000, jauh di bawah ketentuan Upah Minimum Kabupaten (UMK) Purwakarta 2025 sebesar Rp4.792.252.

Jika dihitung sesuai aturan, buruh di Purwakarta seharusnya menerima Rp228.000 per hari (pola 5 hari kerja/minggu, 8 jam per hari) atau Rp192.000 per hari (pola 6 hari kerja/minggu, 7 jam per hari). Artinya, perusahaan secara terang-terangan merampas hak buruh hingga 50–70% dari nilai upah minimum.

Lebih mengerikan, buruh dipaksa bekerja dengan jam kerja panjang 13–15 jam per hari, tanpa upah lembur, tanpa jaminan sosial. Adapun Modus industri raksasa di Purwakarta diduga bermain dalam skema outsourcing atau maklun untuk menghindari kewajiban hukum. Praktik ini jelas-jelas melanggar UU Cipta Kerja, UU Ketenagakerjaan, serta aturan BPJS.

“Ini bukan sekadar pelanggaran administratif, tapi kejahatan ketenagakerjaan yang terstruktur. Upah dipotong, jam kerja diabaikan, dan buruh diperlakukan seperti pekerja rodi zaman kolonial,” tegas Zaenal Abidin, Ketua Komunitas Madani Purwakarta.

Komunitas Madani mendesak:

  1. Dinas Ketenagakerjaan Purwakarta & Jawa Barat segera turun tangan melakukan investigasi dan menindak tegas perusahaan pelanggar.
  2. Kejaksaan dan Kepolisian tidak boleh menutup mata, karena praktik ini berpotensi mengandung tindak pidana penggelapan iuran BPJS, penipuan upah, dan eksploitasi pekerja.
  3. DPRD Purwakarta Komisi IV wajib menggunakan hak pengawasan untuk membongkar praktik outsourcing ilegal dan perbudakan buruh di wilayahnya.
  4. Serikat pekerja & LSM diajak bersatu untuk membuka jalur class action.
  5. Publik Purwakarta didorong untuk tidak diam: buruh yang diperas dan ditindas adalah wajah kita semua.

Purwakarta sering dipromosikan sebagai “kota ramah investasi”, tetapi faktanya slogan itu ditukar dengan keringat dan penderitaan buruh. Kami menegaskan: investasi yang menginjak hak buruh adalah investasi busuk, dan harus dilawan.***

Baca juga :  Sekda Norman Nugraha Pimpin Pelayanan Publik di Kelurahan Ciseureuh

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *