Berita  

Mimpi yang Tertunda: Ahmad Apandi Asgar, Pemuda Purwakarta Penerima Beasiswa di Yaman, Terancam Gagal Berangkat Karena Biaya

banner 120x600

Indojabar.com, Purwakarta, Jawa Barat — Yaman bukanlah negeri impian bagi kebanyakan orang. Namun bagi Ahmad Apandi Asgar, pemuda sederhana asal Kampung Tegal Malaka, Desa Panyindangan, Kecamatan Sukatani, Yaman adalah gerbang masa depan — tempat ia bermimpi menggali ilmu agama yang kelak ingin ia bawa pulang untuk membangun tanah kelahirannya.

Lahir di tengah keluarga petani dengan kondisi ekonomi serba terbatas, Asgar tidak pernah menjadikan kesulitan sebagai alasan untuk menyerah. Ia justru menjadikannya motivasi. Dan berkat kegigihan luar biasa, ia berhasil meraih beasiswa prestisius dari Lembaga Rawi (Rabithoh al Ato’ wal Irfan) — untuk melanjutkan studi Fiqih dan Ushul Fiqh di Universitas Imam Syafi’i, salah satu kampus ternama di Sana’a, ibu kota Yaman.

Dari ratusan pendaftar se-Indonesia, hanya 20 orang yang diterima. Dan dari Jawa Barat hanya dua orang, salah satunya adalah Ahmad Apandi Asgar.

Semua Sudah Siap, Kecuali Tiket

Semua dokumen telah siap: surat penerimaan dari kampus, visa pelajar pun sudah dijadwalkan keluar. Tapi satu hal yang belum terpenuhi adalah biaya keberangkatan.
Asgar membutuhkan total $2.850 USD atau sekitar Rp48 juta untuk tiket, visa, dan akomodasi awal. Ditambah biaya pendidikan selama 5 tahun sebesar $5.400 USD, yang akan dicicil kemudian.

Namun dana untuk keberangkatan harus sudah lunas paling lambat 30 September 2025. Sementara jadwal keberangkatan ke Yaman direncanakan pada November 2025.

Dukungan Mulai Datang, Tapi Belum Cukup

Tak tinggal diam, Asgar telah menemui berbagai tokoh masyarakat, ustaz, alumni pesantren, hingga tokoh daerah untuk menyampaikan maksud dan perjuangannya. Hasilnya mulai tampak: per hari ini, Asgar telah mengumpulkan donasi sebesar Rp5.900.000.
Namun itu baru sekitar 12% dari total kebutuhan awal. Masih ada jurang yang perlu dijembatani, dan waktu terus berjalan.

Baca juga :  KPU Purwakarta Tetapkan Calon Bupati dan Wakil Bupati Terpilih Hasil Pilkada 2024

“Saya temui beberapa tokoh penting yang menginspirasi saya, termasuk guru-guru saya. Alhamdulillah, saya bersyukur sudah ada yang percaya dan membantu. Saya terus berusaha, karena saya yakin Allah tidak akan menyia-nyiakan orang yang ingin menuntut ilmu,” ujar Asgar.

Negara Absen, Rakyat Turun Tangan?

Asgar sempat mengajukan proposal ke berbagai instansi pemerintahan — dari Dinas Pendidikan Purwakarta, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat, hingga lembaga lain.

Sayangnya, jawaban yang ia terima hampir seragam: “Kami belum punya anggaran untuk itu.”

Padahal beasiswa ini tidak membebani negara dalam hal pendidikan maupun biaya hidup. Semua ditanggung oleh lembaga pemberi beasiswa di Yaman. Namun urusan yang paling teknis — sekadar ongkos keberangkatan — justru menjadi tembok yang menjegal.

Di tengah program ambisius “Indonesia Emas 2045” yang digembar-gemborkan, kasus seperti Asgar justru menunjukkan bahwa mimpi anak negeri masih bisa runtuh hanya karena negara tidak hadir ketika dibutuhkan.

Mimpi Tak Boleh Mati

Asgar tidak menyerah. Ia terus melangkah, mengetuk pintu-pintu hati, satu per satu. Baginya, ini bukan sekadar tentang belajar agama di luar negeri. Ini tentang cita-cita untuk kembali, mengabdi, dan memberi manfaat bagi masyarakat Indonesia.

“Saya hanya ingin belajar. Saya ingin pulang dan berbagi ilmu. Mudah-mudahan Allah beri jalan dan pertolongan. Saya mohon doa dan bantuan dari siapa pun yang membaca ini,” ujarnya.

Apakah Kita Akan Membiarkannya Gagal?

Kisah Asgar adalah gambaran kecil dari perjuangan besar banyak anak muda Indonesia. Ia tidak meminta kemewahan. Ia tidak menuntut hidup enak. Ia hanya ingin satu tiket — tiket menuju masa depan.

Dan hari ini, ia sedang menunggu. Menunggu keajaiban. Menunggu tangan-tangan baik yang bersedia membantunya menyentuh langit mimpi.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *